HASIL PENELITIAN
Tropical Pulmonary Eosinophilia
Harli Novriani *, Agnes Kurniawan **
* Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta
** Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
ABSTRAK
Tropical pulmonary eosinophilia (TPE) adalah salah satu bentuk penyakit
filariasis amikrofilaremik yang ditandai dengan gejala kelainan paru-paru dan eosino-
filia. TPE dapat disebabkan oleh Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, atau Brugia
timori. TPE dapat terjadi pada manusia dan hewan.
Respon imun pada TPE sangat komplek baik jenis spesifik maupun nonspesifik.
Berbeda dari filariasis limfatik klasik TPE dalam hal patogenesis, gejala klinis, dan
laboratoris. Namun demikian diagnosa klinis dan laboratoris TPE dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan patologis yaitu dengan ditemukannya benda Meyer Kouwenaar,
jumlah eosinofil lebih tinggi tiga kali normal maupun pemeriksaan dengan sinar
Rontgen.
Pengobatan pada TPE dengan DEC dengan dosis 8-10 mg/kg BB/hari selama 7-
14 hari. Pada stadium dini dapat sembuh sempurna sedangkan pada stadium lanjut,
seringkali terdapat fibrosis paru sehingga fungsi paru tidak dapat pulih sepenuhnya.
PENDAHULUAN
Tropical pulmonary eosinophilia (TPE) adalah salah satu
bentuk penyakit filariasis amikrofilaremik (occult filariasis)
yang ditandai dengan gejala kelainan paru-paru dan eosinofilia.
Bentuk filariasis amikrofilaremik penyakit ini dapat
menyerang anak-anak dan dewasa, lebih banyak terjadi pada
laki-laki
(1)
.
Penyebabnya adalah spesies filaria yang menyebabkan
filariasis pada manusia maupun hewan antara lain: Wuchereria
bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori, dan Brugia paha-
ngi
(2)
. Penyakit ini dilaporkan terdapat di Indonesia, Singapura,
Vietnam, Muangthai, Afrika, Curacao dan India dan Asia
Tenggara
(1)
.
Respon imun TPE dapat terjadi respon imun non spesifik
maupun spesifik, respon imun spesifik terdiri dari fase kogni-
tif, fase aktivasi, dan fase efektor
(3)
.
Berbeda dari filariasis limfatik klasik, pada TPE tidak
ditemukan mikrofilaria di dalam darah melainkan di dalam
jaringan, demikian juga gejala klinis, laboratorisnya berbeda
(2)
.
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui respon
imun, gejala klinis, laboratoris, yang berhubungan dengan
TPE.
GEJALA KLINIS
Tidak seperti gejala klasik filariasis limfatik yang berupa lim-
fangitis, limfoedema, kiluria dan elephantiasis, gejala klinis
filariasis tersamar (TPE) adalah sebagai berikut:
·
·
·
·
·
Serangan batuk hebat malam hari.
Sesak nafas mirip dengan asma bronkial.
Demam yang tidak terlalu tinggi.
Nyeri dada dan suara kasar ronkhi pada auskultasi.
Pembesaran kelenjar limfe di daerah inguinal, leher, siku
Cermin Dunia Kedokteran No. 132, 2001
52
background image
atau kelenjar limfe ditempat lain.
·
Hepatosplenomegali.
HISTOPATOLOGI DAN KELAINAN LABORATORIS/
RADIOLOGI
1. Peningkatan laju sedimentasi darah (LED).
2. Hipereosinofilia (>3000/ml darah) atau jumlah eosinofil 3
kali dari jumlah normal. Pada umumnya jumlah eosinofil ab-
solut berkisar 5000-50.000/ml darah .
3. Titer antibodi meningkat terutama Ig E antifilaria.
4. Kelainan radiologis berupa lesi miliaris yang difus dan pe-
ningkatan corakan bronkovaskuler terutama pada dasar paru
(8)
.
Mikrofilaria tidak dijumpai dalam darah tetapi mikro-filaria
atau sisa-sisanya dapat ditemukan di jaringan kelenjar limfe,
paru, limpa dan hati yang disebut benda Meyers Kouwenaar.
PATOGENESIS:
Tropical pulmonary eosinophilia adalah penyakit filariasis
limfatik yang disebabkan oleh penghancuran sejumlah mikro-
filaria secara berlebihan oleh sistim kekebalan penderita
(1)
.
Akibatnya mikrofilaria tersebut tidak ditemukan dalam darah,
tetapi ditemukan di dalam organ-organ dalam seperti paru,
limpa, dan hati. Pada permukaan organ tersebut terdapat ben-
jolan-benjolan kecil berwarna kuning kelabu dengan penam-
pang 1-2 mm, terdiri dari infiltrasi sel eosinofil, dan dikenal
dengan nama benda Meyers Kowenaar. Di dalam benda-benda
inilah dapat ditemukan sisa-sisa mikrofilaria
(1)
.
RESPON IMUN TPE
Respon imun TPE meliputi respon imun spesifik maupun
non spesifik. Pada respon imun non spesifik, yang berperan
adalah sel-sel fagosit, barier fisik, sel NK dan komplemen; res-
pon ini tidak memerlukan rangsang antigen sebelumnya, se-
dangkan respon spesifik/didapat perlu ada rangsang antigen
sebelumnya.
Gambar 1. Respon imun spesifik.
Respon imun yang spesifik terdiri dari 3 fase/tahap:
1.
Fase Kognitif.
Pada fase ini terjadi pengikatan antigen dengan reseptor
yang spesifik, misalnya pada sel B melalui surface imunoglo-
bulin untuk antigen yang soluble.
2. Fase
Aktivasi.
Pada fase ini dapat terjadi proliferasi dan diferensiasi sel
B, pada proliferasi maka terbentuk klon sel yang mempunyai
spesifisitas terhadap antigennya. Pada tahap differensiasi ter-
jadi pengenalan dan eliminasi antigen oleh sel B melalui sekret
antibodi/imunoglobulin. Pada sel T terjadi aktivasi fagositosis
dan lisis sel oleh sel sitotoksik.
3. Fase Efektor.
Fase ini perannya adalah melenyapkan antigen dan selalu
ada kerjasama dengan sistem imun non spesifik. Ikatan antigen
antibodi difagositosis oleh netrofil/monosit sehingga menye-
babkan aktivasi komplemen dengan akibat sel lisis dan fagosi-
tosis di organ. Terjadi degranulasi sel mast, melepaskan me-
diator berupa zat-zat kimia dalam granula yang dapat menye-
babkan inflamasi
(3)
.
Gambar 2. Peran eosinofil pada TPE.
PERAN EOSINOFIL PADA TPE
Pengukuran respon imun dari populasi di daerah endemis
filariasis memberikan gambaran sebagai berikut:
1) Ig E spesifik antifilaria didapatkan pada seluruh penderita
filariasis limfatik tetapi sangat tinggi titernya pada penderita
dengan TPE .
2) Adanya defisiensi relatif pada respon imun tipe efektor pa-
da individu yang asimtomatik mikrofilaremia, ditandai dengan
rendahnya respon proliferasi limfosit, produksi interferon
gamma, titer Ig G serum. Secara keseluruhan, respon imun
penderita mikrofilaremia asimtomatis lebih rendah
(9)
.
Konsep lama tentang eosinofil adalah bahwa sel tersebut
merupakan pemadam kebakaran dari proses peradangan, ka-
rena eosinofil menghasilkan beberapa enzim seperti hista-
minase yang menetralisir histamin, aril sulfatase
yang me-
netralisir lekotrin; pada konsep baru ternyata eosinofil tidak
saja dapat membunuh larva skitosoma/filariasis tetapi media-
tor-mediator yang dikandungnya juga memegang peranan pen-
ting pada patologi penyakit-penyakit alergi
(4)
(Gambar 3).
Cermin Dunia Kedokteran No. 132, 2001 53
background image
Gambar 3. Peranan eosinofil pada patologi penyakit-penyakit alergi.
Eosinofil mempunyai 2 fungsi utama, yaitu:
1) Pelepasan mediator dari sel mast dan mengurangi reaksi
yang berhubungan dengan degranulasi mediator Ig E dari sel
mast.
2) Menginduksi antibodi atau komplemen yang akan merusak
stadium larva pada beberapa cacing
(2)
.
Proses degranulasi eosinofil pada permukaan parasit me-
rupakan mekanisme utama untuk menghancurkan permukaan
parasit yang telah dibungkus antibodi. Pengeluaran protein da-
sar utama (major basic protein) dari proses degranulasi eosi-
nofil berakibat fatal pada parasitnya
(6)
(Gambar 3).
PENGOBATAN
Pengobatan pada TPE adalah DEC (dietilkarbamazin)
dengan dosis 8-10 mg/kg BB/hari selama 7-14 hari. Pada sta-
dium dini penderita dapat pulih kembali sampai kadar yang
hampir normal. Pada stadium klinik lanjut, sering kali terdapat
fibrosis dalam paru dan dalam keadaan tersebut fungsi paru
tidak dapat pulih sepenuhnya
(2)
.
KESIMPULAN
1. Tropical Pulmonary Eosinophilia merupakan penyakit Fila-
riasis amikrofilaremik penyebabnya adalah spesies filaria
Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori, Brugia
pahangi .
2. TPE mempunyai respon imun yang sangat komplek, dapat
mencakup jenis spesifik maupun non spesifik, dengan eosinofil
yang berperanan penting.
Diagnosis TPE ditegakkan dengan pemeriksaan patologis yaitu
diketemukannya benda Meyer Kouwenaar pada jaringan, jum-
lah eosinophil dan titer Ig E yang sangat tinggi dan pemeriksa-
an sinar rontgen yang ditandai lesi miliaris.
4. Stadium akut mempunyai kemungkinan kesembuhan lebih
besar daripada stadium kronis.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ganda Husada Srisasi et al. Parasitologi Kedokteran. Edisi kedua, 1996;
42-3.
2.
Ismail MM. Occult Filariasis-Tropical Pulmonary Eosinophilia and other
Obscure Syndromes Associated with Lymphatic Filarial Parasites. Or-
ganization Mondale De la Sante Medicine, 1993; 1-7.
3.
ABBAS et al. Cellular And Molekular Immunology. 1991; 8-10.
4.
Sundaru Heru. Eosinofil Pada Inflamasi Alergik. Alergi in Year 2000
from different point of view. 1998; 14-5.
5.
Bhaskaran dkk. Cytoplasma Vacuoles in Eosinophils in Tropicall Eosi-
nophils. Indian J Chest, Des 1979; 21: 31-4.
6.
Butterworth AE, David J R. Eosinophil Function. N Engl J Med 1981;
304: 154-6.
7.
Cleich CJ, Frigos E, Loedjering DA, Wasson DL, Stein Muller.
Cytotoxic properties of The Eosinophil Major Basic Protein. J Immunol
1979; 123: 2925-7.
8.
SRRY MM Sharma SK, Patrey RM. Tropical Eosinophilic Pericarditis.
Indian Heart J. 1974; 26: 261-3.
9.
Ottesen Eric A. Filariasis Now, Am J Trop Med, 1989; 9-17.
10.
Ivan Roit, et all. Imunology. Fourth ed 1997; 93-4

Comments

Popular Posts